Selasa, 16 Juni 2015

Pendidikan Dan Bimbingan Anak Kreatif

PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN ANAK KREATIF
Oleh
Triani Sari Ningrum
ABSTRAK
Sekolah merupakan salah satu tempat yang bisa dijadikan siswa berbakat untuk dapat menyalurkan kreativitasnya. Pola pengajaran di sekolah maupun di rumah sebaiknya tidak menekan atau membatasi anak dalam mengeksplorasi dirinya, tetapi harus memberikan kebebasan agar daya kreativitas anak semakin terasah.
Guru di sekolah dan orang tua di rumah juga memiliki peranan yang cukup besar untuk menciptakan kreativitas pada anak.
Kata kunci: Anak Kreatif

PENDAHULUAN
Kreatif adalah kemampuan mengungkapkan gagasan-gagasan baru atau karya nyata yang belum ada sebelumnya meskipun unsur-unsurnya telah ada.
Pada hakikatnya, setiap anak yang lahir di dunia ini memiliki tingkat kreativitas yang berbeda-beda. Perbedaan tingkat kreativitas pada anak dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetika (bawaan lahir) dan faktor lingkungan. Contoh dari faktor genetika (bawaan lahir) misalnya seorang anak menjadi pandai melukis karena memperoleh bakat yang diturunkan oleh ayahnya yang seorang pelukis, sedangkan faktor lingkungan misalnya sarana prasarana yang disediakan baik di sekolah maupun di rumah yang dapat membantu meningkatkan tingkat kreativitas pada anak.
Setiap orang tua pasti ingin memiliki anak yang kreatif. Namun permasalahan yang terjadi pada saat ini yaitu masih banyak orang tua yang tidak tahu bagaimana cara mengembangkan kreativitas anak. Sesungguhnya anak yang kreatif  bukan hanya dapat meningkatkan kualitas dirinya sendiri tetapi juga dapat meningkatkan kualitas bangsa dan negara.

METODE
Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Yakni mengkaji berbagai literature untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendidikan dan Bimbingan Anak Kreatif

            Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat sesuatu yang baru dan berbeda entah sifatnya masih imajiner (gagasan) atau sudah diekspresikan dalam bentuk suatu karya.
Anak kreatif adalah anak yang memiliki kemampuan untuk menciptakan suatu hal yang baru dan belum ada sebelumnya. Studi Gowan (1981) mengungkapkan bahwa anak-anak kreatif istimewa menyukai tokoh-tokoh besar yang menjadi model dalam hidupnya. Tokoh-tokoh tersebut bisa berada di sekitarnya (dekat secara fisik) dan bisa juga jauh.
Anak-anak kreatif memiliki kedudukan yang sama dengan anak-anak lain di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Namun keistimewaan potensi anak kreatif membuat mereka perlu mendapatkan perhatian khusus dari guru atau orang tua dan pembimbing di sekolah. Menurut Stein (1981) tujuan bimbingan bagi anak kreatif sebagai berikut: membantu anak itu untuk mempertahankan sikap beraninya tanpa mesti agresif. Ia mesti sadar akan kelebihannya, tetapi juga menyadari bahwa dirinya bagian dari teman-temannya dan masyarakatnya.
Tujuan berikutnya adalah mendorong berfungsinya proses mental prakesadaran yang merupakan dasar bagi lahirnya karya kreatif. Tujuan ini menyangkut usaha menciptakan kondisi-kondisi yang kondusif bagi proses mental tersebut, yang meliputi lima kondisi, yaitu:
1.    Bebas dari rasa terancam karena gagasan-gagasannya.
2.    Tumbuhnya kesadaran diri yaitu kesadaran akan apa yang “aku” rasakan.
3.    Diferensiasi yaitu memandang diri berbeda dari orang lain di samping banyak kesamaannya.
4.    Adanya tenggang rasa dan saling menghargai, dan
5.    Hubungan yang saling menguntungkan dalam relasi antar-pribadi, yaitu keseimbangan antara usaha membina relasi sosial dengan kehendak untuk menampilkan jati diri.
Untuk dapat memberikan bantuan kepada anak-anak kreatif, guru dan pembimbing semestinya dapat mengenali anak-anak kreatif. Idealnya, usaha mengidentifikasi anak-anak kreatif tersebut menggunakan berbagai prosedur identifikasi, yang pertama menggunakan tes ataupun non-tes. Namun biasanya cara itu tidak efisien, ditambah oleh masih kurang tersedianya instrumen ukur yang diperlukan oleg guru dan pembimbing. Yang kedua dengan menggunakan teknik pengamatan, teknik ini tidak kurang ampuh dibandingkan dengan teknik tes. Anak-anak yang memiliki kreativitas yang menonjol dapat dilihat dari cara mereka berpikir dalam usaha memecahkan masalah dan tugas-tugas sehari-hari.
Berikut adalah bantuan yang dapat diberikan kepada anak-anak kreatif:
1.    Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitas. Dengan arti guru atau orang tua dan pembimbing perlu melindungi anak-anak kreatif darai rasa terancam, tanpa berpretensi sebagai pembela.a
2.    Mengetahui kelebihan anak-anak kreatif. Dengan arti guru atau orang tua seyogyanya berusaha menunjukkan kepad anak-anak kreatif bahwa kelebihannya diakui dan dihargai. Pengakuan ini diberikan dalm berbagai situasi yang memungkinkan anak-anak tersebut menunjukkan kebolehannya. Misalnya dalam kegiatan seminar, diskusi, penelitian, kepemimpinan, dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya.
3.    Menjadi pendukung atau model. Kenyataan bahwa seringkali anak-anak kreatif diasingkan oleh teman-temannya menempatkan guru dan pembimbing pada posisi yang penting untuk membantu anak-anak kreatif. Keduanya harus mampu menjadi pendukung, bahkan model. Dengan otoritas pribadi yang dimilikinya, guru dan pembimbing dapat menjelaskan kepada para siswa yang lain (dalam bimbingan kelompok), misalnya akan perlunya menghargai gagasan-gagasan orang lain.
4.    Membantu anak-anak kreatif memahami divergensinya. Berpikir dan bersikap divergen merupakan ciri umum orang kreatif. Anak-anak kreatif perlu dibantu perbedaan ini, agar mampu mengatasi krisis-krisis yang timbul karenanya, termasuk kemungkinan ditentang oleh orang lain.
5.    Memberikan peluang kepada anak-anak kreatif untuk mengkomunikasikan gagasannya.  Keadaan yang paling tidak menyenangkan bagi orang-orang kreatif adalah apabila mereka tidak memiliki peluang untuk menyatakan gagasan-gagasannya. Guru dan pembimbing berusaha menghilangkan hambatan ini. Dengan demikian, anak-anak itu akan terasa ditantang untuk terus berpikir dan berbuat, karena mereka merasa mendapatkan peluang dari lingkungannya. Jadi, pendidikan dan bimbingan seharusnya memudahkan anak untuk mengekspresikan kreativitasnya, yang dilakukan dengan memberikan rasa nyaman kepada anak untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.
6.    Memberikan informasi mengenai peluang yang tersedia. Peluang untuk mengembangkan diri bukan hanya di sekolah, melainkan di luar sekolah. Minat anak-anak kreatif yang luas menuntut pemberian informasi yang memadai dari konselor mengenai peluang-peluang yang tersedia di luar sekolah yang dapat di akses oleh anak, misalnya narasumber yang dapat dihubungi, perhimpunan remaja yang dapat dimasuki, dan sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan.

Salah satu yang membedakan proses bimbingan untuk anak kreatif adalah pemberian tekanan pada peluang anak untuk melalui proses kreatif yang meliputi persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Bagi mereka, bimbingan bukan hanya bertujuan untuk memecahkan masalah, melainkan sebagai wahan bagi terjadinya proses kreatif dalam rangka mematangkan benih-benih gagasan yang sedang dipikirkan anak. Dialog dengan konselor dapat dianggap sebagai media dalam proses inkubasi yang menuju iluminasi. Jadi, anak datang kepada pebimbing bukan hanya karena ia membutuhkan bantuan dalam pemecahan masalah, melainkan mengkonsultasikan gagasan-gagasannya yang masih embrio.
Pembimbing untuk anak-anak kreatif dituntut untuk memiliki kemampuan ekstra, disamping apa lazimnya yang dituntut dari seseorang pembimbing seperti kualifikasi pendidikan dan pengalaman. Pembimbing untuk anak-anak kreatif adalah “equidistant conselor” yaitu pembimbing yang disamping menguasai teknik-teknik konseling juga mempunyai minat dan wawasan yang luas dalam berbagai bidang agar dapat mengakomodasi para siswa. Misalnya, ia semestinya tertarik memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penelitian ilmiah, olahraga, seni teater, sastra, dan lain-lain. Pembimbing juga selayaknya mempunyai akses terhadap berbagai sumber informasi, dan ia sendiri memanfaatkan akses itu untuk memperkaya khazanah informasinya. Kemampuan tersebut tidak semuanya dapat diperoleh melalui pendidikan dan latihan, melainkan melalui pengalaman dan kemauan kuat untuk mengerti hakikat kreatifitas beserta manifestasinya dalam perilaku
            Menurut Reynold Bean, Binarupa Aksara, 1995, cara mengembangkan kreativitas anak sebagai berikut :
1.    Beri kesempatan anak untuk menyampaikan perasaan, keinginan dan gagasannya tanpa mencela atau membuatnya malu.
2.    Hormatilah cara anak mengekspresikan kreativitasnya dengan memberikan pengakuan dan pujian terhadap proses kreatif yang dilakukannya.
3.    Ciptakanlah lingkungan rumah yang kaya akan peluang mengekspresikan diri dengan menyediakan sumber daya, seperti mainan, buku, benda bekas, ruang dan waktu untuk kreativitas.
4.    Tanyakan dahulu pendapat atau penilaian anak terhadap hasil karyanya sebelum orang di sekitarnya memberikan penilaian.
5.    Akui dan hargai hasil kerja anak dengan membingkainya, menempel hasil karyanya dan memujinya.
6.    Hindarkan tindakan membanding-bandingkan anaknya dengan temannya, dengan kakak atau adiknya.
7.    Berika anak bermain dengan gembira, karena bermain adalah wujud kreativitas bagi anak. Pada waktu bermain, anak akan merasa gembira dan pada saat itulah kreativitas akan mengalir deras.
KESIMPULAN
            Pendidikan dan bimbingan anak yang kreatif diperoleh dari lingkungan sekolah dan lingkungan rumah. Bila berada di lingkungan sekolah diperoleh dari guru yang kreatif, sedangkan lingkungan di rumah dapat diperoleh dari orang tua yang kreatif. Dengan adanya kreatifan  anak tersebut akan lebih aktif.

SARAN
            Untuk mengembangkan kreativitas anak, guru seharusnya mempelajari dan menerapkan berbagai model pembelajaran dan strategi pembelajaran yang bervariasi. Dan juga adanya kerja sama antara orang tua anak dan guru.


DAFTAR PUSTAKA
Bean, R. 1995. “Cara Mengembangkan Kreativitas Anak”. Binarupa Aksara.
Makmur, J. 2014. “Inspiratif, Kreatif Dan Inovatif”. Yogyakarta : DIVA PRESS.
Murniati, E. 2012. “Pendidkan dan Bimbingan Anak Kreatif”. Yogyakarta : PEDAGOGIA

Mata Kuliah : Pengembangan Pembelajaran PKn di SD 

Dosen           : Dirgantara Wicaksono, M.Pd  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar