PENDIDIKAN
DAN BIMBINGAN ANAK KREATIF
Oleh
Triani Sari Ningrum
ABSTRAK
Sekolah merupakan salah satu tempat yang bisa dijadikan
siswa berbakat untuk dapat menyalurkan kreativitasnya. Pola pengajaran di
sekolah maupun di rumah sebaiknya tidak menekan atau membatasi anak dalam
mengeksplorasi dirinya, tetapi harus memberikan kebebasan agar daya kreativitas
anak semakin terasah.
Guru di sekolah dan orang tua di rumah juga memiliki
peranan yang cukup besar untuk menciptakan kreativitas pada anak.
Kata kunci: Anak Kreatif
PENDAHULUAN
Kreatif adalah kemampuan mengungkapkan gagasan-gagasan baru atau karya nyata yang
belum ada sebelumnya meskipun unsur-unsurnya telah ada.
Pada hakikatnya, setiap anak yang lahir di dunia ini
memiliki tingkat kreativitas yang berbeda-beda. Perbedaan tingkat kreativitas
pada anak dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetika (bawaan
lahir) dan faktor lingkungan. Contoh dari faktor genetika (bawaan lahir)
misalnya seorang anak menjadi pandai melukis karena memperoleh bakat yang
diturunkan oleh ayahnya yang seorang pelukis, sedangkan faktor lingkungan
misalnya sarana prasarana yang disediakan baik di sekolah maupun di rumah yang
dapat membantu meningkatkan tingkat kreativitas pada anak.
Setiap orang tua pasti ingin memiliki anak yang kreatif. Namun
permasalahan yang terjadi pada saat ini yaitu masih banyak orang tua yang tidak
tahu bagaimana cara mengembangkan kreativitas anak. Sesungguhnya anak yang kreatif bukan hanya dapat meningkatkan kualitas
dirinya sendiri tetapi juga dapat meningkatkan kualitas bangsa dan negara.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Yakni
mengkaji berbagai literature untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendidikan
dan Bimbingan Anak Kreatif
Kreativitas adalah kemampuan untuk
membuat sesuatu yang baru dan berbeda entah sifatnya masih imajiner (gagasan)
atau sudah diekspresikan dalam bentuk suatu karya.
Anak kreatif adalah anak yang memiliki kemampuan untuk
menciptakan suatu hal yang baru dan belum ada sebelumnya. Studi Gowan (1981)
mengungkapkan bahwa anak-anak kreatif istimewa menyukai tokoh-tokoh besar yang
menjadi model dalam hidupnya. Tokoh-tokoh tersebut bisa berada di sekitarnya
(dekat secara fisik) dan bisa juga jauh.
Anak-anak kreatif memiliki kedudukan yang sama dengan
anak-anak lain di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Namun keistimewaan
potensi anak kreatif membuat mereka perlu mendapatkan perhatian khusus dari
guru atau orang tua dan pembimbing di sekolah. Menurut Stein (1981) tujuan
bimbingan bagi anak kreatif sebagai berikut: membantu anak itu untuk
mempertahankan sikap beraninya tanpa mesti agresif. Ia mesti sadar akan
kelebihannya, tetapi juga menyadari bahwa dirinya bagian dari teman-temannya
dan masyarakatnya.
Tujuan berikutnya adalah mendorong berfungsinya proses
mental prakesadaran yang merupakan dasar bagi lahirnya karya kreatif. Tujuan
ini menyangkut usaha menciptakan kondisi-kondisi yang kondusif bagi proses
mental tersebut, yang meliputi lima kondisi, yaitu:
1. Bebas dari rasa terancam karena gagasan-gagasannya.
2. Tumbuhnya kesadaran diri yaitu kesadaran akan apa yang
“aku” rasakan.
3. Diferensiasi yaitu memandang diri berbeda dari orang lain
di samping banyak kesamaannya.
4. Adanya tenggang rasa dan saling menghargai, dan
5. Hubungan yang saling menguntungkan dalam relasi
antar-pribadi, yaitu keseimbangan antara usaha membina relasi sosial dengan
kehendak untuk menampilkan jati diri.
Untuk dapat memberikan bantuan kepada anak-anak kreatif,
guru dan pembimbing semestinya dapat mengenali anak-anak kreatif. Idealnya,
usaha mengidentifikasi anak-anak kreatif tersebut menggunakan berbagai prosedur
identifikasi, yang pertama menggunakan tes ataupun non-tes. Namun biasanya cara
itu tidak efisien, ditambah oleh masih kurang tersedianya instrumen ukur yang
diperlukan oleg guru dan pembimbing. Yang kedua dengan menggunakan teknik
pengamatan, teknik ini tidak kurang ampuh dibandingkan dengan teknik tes.
Anak-anak yang memiliki kreativitas yang menonjol dapat dilihat dari cara
mereka berpikir dalam usaha memecahkan masalah dan tugas-tugas sehari-hari.
Berikut adalah bantuan yang dapat diberikan kepada
anak-anak kreatif:
1. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitas.
Dengan arti guru atau orang tua dan pembimbing perlu melindungi anak-anak
kreatif darai rasa terancam, tanpa berpretensi sebagai pembela.a
2. Mengetahui kelebihan anak-anak kreatif. Dengan arti guru
atau orang tua seyogyanya berusaha menunjukkan kepad anak-anak kreatif bahwa
kelebihannya diakui dan dihargai. Pengakuan ini diberikan dalm berbagai situasi
yang memungkinkan anak-anak tersebut menunjukkan kebolehannya. Misalnya dalam
kegiatan seminar, diskusi, penelitian, kepemimpinan, dan kegiatan ekstrakurikuler
lainnya.
3. Menjadi pendukung atau model. Kenyataan bahwa seringkali
anak-anak kreatif diasingkan oleh teman-temannya menempatkan guru dan
pembimbing pada posisi yang penting untuk membantu anak-anak kreatif. Keduanya
harus mampu menjadi pendukung, bahkan model. Dengan otoritas pribadi yang
dimilikinya, guru dan pembimbing dapat menjelaskan kepada para siswa yang lain
(dalam bimbingan kelompok), misalnya akan perlunya menghargai gagasan-gagasan
orang lain.
4. Membantu anak-anak kreatif memahami divergensinya.
Berpikir dan bersikap divergen merupakan ciri umum orang kreatif. Anak-anak
kreatif perlu dibantu perbedaan ini, agar mampu mengatasi krisis-krisis yang
timbul karenanya, termasuk kemungkinan ditentang oleh orang lain.
5. Memberikan peluang kepada anak-anak kreatif untuk
mengkomunikasikan gagasannya. Keadaan
yang paling tidak menyenangkan bagi orang-orang kreatif adalah apabila mereka
tidak memiliki peluang untuk menyatakan gagasan-gagasannya. Guru dan pembimbing
berusaha menghilangkan hambatan ini. Dengan demikian, anak-anak itu akan terasa
ditantang untuk terus berpikir dan berbuat, karena mereka merasa mendapatkan
peluang dari lingkungannya. Jadi, pendidikan dan bimbingan seharusnya
memudahkan anak untuk mengekspresikan kreativitasnya, yang dilakukan dengan
memberikan rasa nyaman kepada anak untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.
6. Memberikan informasi mengenai peluang yang tersedia.
Peluang untuk mengembangkan diri bukan hanya di sekolah, melainkan di luar
sekolah. Minat anak-anak kreatif yang luas menuntut pemberian informasi yang
memadai dari konselor mengenai peluang-peluang yang tersedia di luar sekolah
yang dapat di akses oleh anak, misalnya narasumber yang dapat dihubungi,
perhimpunan remaja yang dapat dimasuki, dan sumber-sumber informasi yang dapat
dimanfaatkan.
Salah satu yang membedakan proses bimbingan untuk anak
kreatif adalah pemberian tekanan pada peluang anak untuk melalui proses kreatif
yang meliputi persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Bagi mereka,
bimbingan bukan hanya bertujuan untuk memecahkan masalah, melainkan sebagai
wahan bagi terjadinya proses kreatif dalam rangka mematangkan benih-benih
gagasan yang sedang dipikirkan anak. Dialog dengan konselor dapat dianggap
sebagai media dalam proses inkubasi yang menuju iluminasi. Jadi, anak datang
kepada pebimbing bukan hanya karena ia membutuhkan bantuan dalam pemecahan
masalah, melainkan mengkonsultasikan gagasan-gagasannya yang masih embrio.
Pembimbing untuk anak-anak kreatif dituntut untuk
memiliki kemampuan ekstra, disamping apa lazimnya yang dituntut dari seseorang
pembimbing seperti kualifikasi pendidikan dan pengalaman. Pembimbing untuk
anak-anak kreatif adalah “equidistant conselor” yaitu pembimbing yang disamping
menguasai teknik-teknik konseling juga mempunyai minat dan wawasan yang luas
dalam berbagai bidang agar dapat mengakomodasi para siswa. Misalnya, ia
semestinya tertarik memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penelitian ilmiah,
olahraga, seni teater, sastra, dan lain-lain. Pembimbing juga selayaknya
mempunyai akses terhadap berbagai sumber informasi, dan ia sendiri memanfaatkan
akses itu untuk memperkaya khazanah informasinya. Kemampuan tersebut tidak
semuanya dapat diperoleh melalui pendidikan dan latihan, melainkan melalui
pengalaman dan kemauan kuat untuk mengerti hakikat kreatifitas beserta
manifestasinya dalam perilaku
Menurut
Reynold Bean, Binarupa Aksara, 1995, cara mengembangkan kreativitas anak
sebagai berikut :
1. Beri kesempatan anak untuk menyampaikan perasaan,
keinginan dan gagasannya tanpa mencela atau membuatnya malu.
2. Hormatilah cara anak mengekspresikan kreativitasnya
dengan memberikan pengakuan dan pujian terhadap proses kreatif yang
dilakukannya.
3. Ciptakanlah lingkungan rumah yang kaya akan peluang
mengekspresikan diri dengan menyediakan sumber daya, seperti mainan, buku,
benda bekas, ruang dan waktu untuk kreativitas.
4. Tanyakan dahulu pendapat atau penilaian anak terhadap
hasil karyanya sebelum orang di sekitarnya memberikan penilaian.
5. Akui dan hargai hasil kerja anak dengan membingkainya,
menempel hasil karyanya dan memujinya.
6. Hindarkan tindakan membanding-bandingkan anaknya dengan
temannya, dengan kakak atau adiknya.
7. Berika anak bermain dengan gembira, karena bermain adalah
wujud kreativitas bagi anak. Pada waktu bermain, anak akan merasa gembira dan
pada saat itulah kreativitas akan mengalir deras.
KESIMPULAN
Pendidikan dan bimbingan anak yang kreatif diperoleh dari
lingkungan sekolah dan lingkungan rumah. Bila berada di lingkungan sekolah
diperoleh dari guru yang kreatif, sedangkan lingkungan di rumah dapat diperoleh
dari orang tua yang kreatif. Dengan adanya kreatifan anak tersebut akan lebih aktif.
SARAN
Untuk
mengembangkan kreativitas anak, guru seharusnya mempelajari dan menerapkan
berbagai model pembelajaran dan strategi pembelajaran yang bervariasi. Dan juga
adanya kerja sama antara orang tua anak dan guru.
DAFTAR PUSTAKA
Bean, R. 1995. “Cara Mengembangkan Kreativitas Anak”.
Binarupa Aksara.
Makmur, J. 2014. “Inspiratif, Kreatif Dan Inovatif”.
Yogyakarta : DIVA PRESS.
Murniati, E. 2012. “Pendidkan dan Bimbingan Anak
Kreatif”. Yogyakarta : PEDAGOGIA
Mata Kuliah : Pengembangan Pembelajaran PKn di SD
Dosen : Dirgantara Wicaksono, M.Pd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar