BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Muqaddimah
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah pada hakekatnya merupakan
ideologi Muhammadiyah yang merupakan pandangan Muhammadiyah mengenai kehidupan
manusia di muka bumi ini, cita-cita yang ingin diwujudkan dan cara-cara yang
dipergunakan untuk mewujudkan cita-cita tersebut sebagai sebagai ideologi,
Muqaddimah Anggaran Dasar menjiwai segala gerak dan usaha Muhammadiyah dan
proses penyusunan sistem kerjasama yang dilakukan untuk mewujudkan tujuannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah hakekat Muqaddimah Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah?
2. Apa sajakah Matan Muqaddimah Anggaran
Dasar Muhammadiyah?
3. Bagaimana penjelasan mengenai Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah?
4. Bagaimana penjelasan mengenai Muqaddimah
Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah?
1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui Hakekat Muqadimah
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah
2. Untuk mengetahui Matan Muqadimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah
3. Untuk mengetahui Muqaddimah Anggaran
Dasar Muhammadiyah
4. Untuk mengetahui Muqaddimah Anggaran
Rumah Tangga Muhammadiyah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Muqaddimah Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga Muhammadiyah
Secara
umum pengertian anggaran dasar adalah peraturan dasar yang dijadikan dasar
organisasi, disusun atas dasar musyawarah yang mengikat anggota dan pimpinan
organisasi dalam mengatur mekanisme kerja untuk mencapai tujuan. Adapun yang
dimaksud dengan Anggaran Dasar (AD) Muhammadiyah adalah anggaran pokok yang
menyatakan identitas, asas, dan lambang, maksud dan tujuan serta usaha dan
keanggotaan Muhammadiyah. Sedangkan anggaran rumah tangga adalah peraturan
pelaksanaan anggaran dasar yang merinci segala ketentuan yang termuat dalam
anggaran dasar.
Prinsip-prinsip pokok yang
terkandung AD/ART Muhammadiyah sebagai berikut:
1. Disusun secara fleksibel dan
sistematis.
2. Mengakomodasi dan merangkum berbagai
masalah dan aturan main organisasi yang antara lain:
a. Predikat yang mencakup nama, sifat,
hari lahir, dan domisili.
b. Identitas yang mencakup azas, tujuan
dan usaha.
c. Struktur organisasi yang mencakup
susunan organisasi, pimpinan, dan keanggotaan.
d. Sistem pengambilan keputusan dan
musyawarah.
e. Badan Pembantu Pimpinan (Majelis,
Organisasi Otonom, dan Lembaga).
f. Pengaturan Keuangan.
g. Prosedur perubahan Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga.
h. Pembubaran Organisasi.
i.
Penegasan mulai berlakunya anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga.
Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah pada hakekatnya merupakan ideologi Muhammadiyah
yang merupakan pandangan Muhammadiyah mengenai kehidupan manusia di muka bumi
ini, cita-cita yang ingin diwujudkan dan cara-cara yang dipergunakan untuk
mewujudkan cita-cita tersebut sebagai sebagai ideologi, Muqaddimah Anggaran
Dasar menjiwai segala gerak dan usaha Muhammadiyah dan proses penyusunan sistem
kerjasama yang dilakukan untuk mewujudkan tujuannya.
2.2 Matan
Muqaddimah AD Muhammadiyah
A.
Q.S AL-FATIHAH
Artinya:
1) Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang[1].
2) Segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3].
3) Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4) Yang menguasai[4] di hari Pembalasan[5].
5) Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan Hanya kepada
Engkaulah kami meminta pertolongan[7].
6) Tunjukilah[8] kami jalan yang lurus,
7) (yaitu) jalan orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat
kepada mereka; bukan
(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[9]
Hidup bermasyarakat itu adalah
sunnah (hukum Qudrat Iradat) llah atau kehidupan manusia di muka bumi ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman dan damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat
diwujudkan diatas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong,
bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas
dari syaitan dan hawa nafsu. Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang
demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah yang didorong oleh firman
Allah daam Al-Quran:
B.
Q.S ALI IMRAN 104
104. Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.
Pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330
Hijriah atau 18 November 1912 Miladiyah oleh almarhum K.H Ahmad Dahlan
didirikan suatu perserikatan sebagai “Gerakan Islam” dengan nama “MUHAMMADIYAH”
yang disusun oleh majelis-majelis (bagian-bagian)nya. Mengikuti peredaran zaman
serta berdasarkan “Syura” yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyarakatan atau muktamar.
2.3
Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah
A. Landasan dasar muhammadiyah
didirikan
Muhammadiyah adalah sebuah alat
perjuangan untuk mencapai suatu cita-cita. Pokok pikiran /prinsip/ pendirian
yang dimaksud itu telah di uraikan dalam Muqadimah Anggara Dasar Muhammadiyah
B. Proses lahirnya Muqadimah Anggara
Dasar Muhammadiyah kandungan
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dibuat
oleh almarhum Ki Bagus H Hadikusuma (Ketua pengurus besar Muhammadiyah Th 1942
sampai 1953), dengan bantuan beberapa sahabatnya. Dimulai menyusunnya mulai pada
tahun 1945 disahkan pada sidang Tanwirtshun 1951. Disusun Muqaddimah Anggaran
Dasar Muhammadiyah tersebut menjadi latar belakang yang perlu sekali diketahui
untuk dapat memahami fungsinya.
C. Latar belakang terbentuknya
Muqadimah Anggara Dasar Muhammadiyah
Latar belakangtersebut adalah yaitu
mulai terasa akibat proses kehidupan sesudah lebih dari 30 tahun
D. Muqadimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah
Muqadimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah merupakan hasil ungkapan Ki Bagus menyoroti kembali pokok pikiran
K,H, Ahmad Dahlan yang merupakan kesadaran beliau dalam perjuangan selama
hidupnya antara lain hasilnya berdirinya perserikatan Muhammadiyah.
Ki bagus berharap mudah-mudahan
dengan Muqadimah Anggara Dasar Muhammadiyah ini dapatlah kiranya Muhammadiyah
dijaga, dipelihara, dan atau ditajdidkan, agar dapat dengan jelas dan gamblag
diketahui.
E. Kandungan Muqadimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah
Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
mengandung 7 pilar pendirian, ialah:
o Pokok pikiran pertama
Hidup manusia harus berdasarkan
Tauhid (Mengesakan) Allah; ber-Tuhan, beribadah serta tuduk hanya kepada Allah.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai
berikut :
“Amma ba’du, bahwa sesungguhnya
ke-Tuhanan itu adalah Hak Allah semata-mata, ber-Tuhan dan beribadah serta
tunduk dan taat kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas
tiap-tiap makhluk, terutama manusia.”
o Pokok pikiran kedua
Hidup manusia itu bermasyarakat.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai
berikut :
“Hidup bermasyarakat itu adalah
sunnah (hukum qudrat iradah) Allah atas hidup manusia di dunia ini.”
o Pokok pikiran ketiga
Hanya hukum Allah yang sebenar-benarnyalah, satu-satunya
yang dapat dijadikan sendi untuk membentuk pribadi yang utama dan mengatur
ketertiban hidup bersama (bermsyarakat) dalam menuju hidup bahagia dan
sejahtera yang haqiqi, didunia dan akhirat. Pokok pikiran tersebut dirumuskan
dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
“Masyarakat yang sejahtera, aman,
damai makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan diatas keadilan, kejujuran,
persaudaraan dan gotong royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum
Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu”
o Pokok pikiran keempat
Berjuang menegakkan dan menjunjung
tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, adalah
wajib, sebagai ibadah kepada Allah berbuat ihs dan islah kepada manusia / masyarakat.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai
berikut:
“Menjunjung tinggi hukum Allah lebih
dari pada hukum yang manaupun juga adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang
yang mengaku bertuhan kepada Allah. Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa
oleh sekalian nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW dan diajarkan
kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia dan akhirat.
”
o Pokok pikiran kelima
Perjuangan
menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam yang sebenar-benarnya, hanyalah
akan dapat berhasil bila dengan mengikuti jejak (ittiba) perjuangan para Nabi
terutama perjuangan Nabi Besar Muhammad SAW. Pokok pikiran tersebut dirumuskan
dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
“Syahdan, untuk menciptakan
masyarakat yang bahagia dan sentosa sebagaimana yang tersebut diatas, tiap-tiap
orang terutama ummat islam, yang percaya kepada Allah dan Hari Kemudian,
wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci itu, beribadat kepada Allah dan
berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan meggunakannya untuk
menjelmaka masyarakat itu di dunia ini, dengan niat yang murni tulus dan ikhlas
karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karuia Allah dan ridla-Nya
belaka serta mempunyai rasa tanggung jawab dihadirat Allah atas segala
perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakkal bertabah hati menghadapi
segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya,dengan penuh pengharapan
akan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.”
o Pokok pikiran keenam
Perjuangan mewujudkan
pikiran-pikiran tersebut hanyalah kan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
dan berhasil, bila dengan cara berorganisasi. Organisasi adalah satu-satunya
alat atau cara perjuangan yang sebaik-baiknya. Pokok pikiran tersebut
dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
“untuk melaksanakan terwujudnya
masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat d rahmat Allah dan didorong
oleh Firman Allah dalam Al-Qur’an :
Q.S ALI IMRAN 104
104. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217];
merekalah orang-orang yang beruntung”
o Pokok pikiran ketujuh
Pokok pikiran / prinsip / pendirian
seperti yang diuraikan dan diterangkan di muka itu, adalah yang dapat untuk
melaksanakan ideloginyaterutama untuk mencapai tujuan yang menjadi
cita-citanya, ialah terwujudnya masyarakat adil dan makmur lahir batin yang di
ridhai Allah, ialah Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Pokok pikiran
tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
“Kesemua itu perlu untuk menunaikan
kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya
Nabi Muhammad SAW guna mendapat karunia dan ridhonya di dunia dan akhirat untuk
mencapai masyarakat yang sentosa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah
yang melimpah-limpah, sehingga merupakan:
“suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur dibawah
lindungan Tuhan yang Maha Pengampun”
Maka dengan Muhammadiyah ini,
mudah-mudahan ummat Islam dapatlah diantar ke pintu gerbang sorga “Jannatun
Na’im dengan keridlaan Allah Rahman dan Rahim”
2.4
Muqaddimah Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah
Pasal 1
Tempat Kedudukan
(1) Muhammadiyah berkedudukan di
tempat didirikannya, yaitu Yogyakarta
(2) Pimpinan Pusat sebagai pimpinan
tertinggi memimpin Muhammadiyah secara keseluruhan dan menyelenggarakan aktivitasnya
di dua kantor, Yogyakarta dan Jakarta
Pasal 2
Lambang dan Bendera
(1) Lambang Muhammadiyah sebagai
tersebut dalam Anggaran Dasar pasal 5
(2) Bendera Muhammadiyah berbentuk
persegi panjang berukuran dua berbanding tiga bergambar lambing Muhammadiyah di
tengah dan tulisan MUHAMMADIYAH di bawahnya, berwarna dasar hijau dengan
tulisan dan gambar berwarna putih
(3) Ketentuan lain tentang lambang dan
bendera ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 3
Usaha
Usaha Muhammadiyah yang diwujudkan
dalam bentuk
amal usaha, program, dan kegiatan meliputi:
(1) Menanamkan keyakinan, memperdalam
dan memperluas pemahaman, meningkatkan pengamalan, serta menyebarluaskan ajaran
Islam dalam berbagai aspek kehidupan.
(2) Memperdalam dan mengembangkan
pengkajian ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan untuk mendapatkan kemurnian
dan kebenarannya.
(3) Meningkatkan semangat ibadah,
jihad, zakat, infak,
wakaf, shadaqah, hibah, dan amal
shalih lainnya.
(4) Meningkatkan harkat, martabat, dan
kualitas sumberdaya manusia
agar berkemampuan tinggi serta
berakhlaq mulia.
(5) Memajukan dan memperbaharui
pendidikan dan kebudayaan, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni,
serta meningkatkan penelitian.
(6) Memajukan perekonomian dan
kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas
(7) Meningkatkan kualitas kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat.
(8) Memelihara, mengembangkan, dan
mendayagunakan
sumberdaya alam dan lingkungan untuk
kesejahteraan.
(9) Mengembangkan komunikasi, ukhuwah,
dan kerjasama dalam berbagai
bidang dan kalangan masyarakat dalam
dan luar negeri.
(10) Memelihara keutuhan bangsa serta
berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
(11) Membina dan meningkatkan kualitas
serta kuantitas anggota sebagai pelaku gerakan.
(12) Mengembangkan sarana, prasarana, dan
sumber dana untuk mensukseskan gerakan.
(13) Mengupayakan penegakan hukum,
keadilan, dan kebenaran
serta meningkatkan pembelaan terhadap
masyarakat.
(14) Usaha-usaha lain yang sesuai
dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah
Pasal 4
Keanggotaan
(1) Anggota Biasa harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia beragama
Islam
b. Laki-laki atau perempuan berumur 17
tahun atau sudah menikah
c. Menyetujui maksud dan tujuan
Muhammadiyah
d. Bersedia mendukung dan melaksanakan
usaha-usaha Muhammadiyah
e. Mendaftarkan diri dan membayar uang
pangkal.
(2) Anggota Luar Biasa ialah seseorang
bukan warga negara
Indonesia, beragama Islam, setuju
dengan maksud dan tujuan
Muhammadiyah serta bersedia mendukung
amal usahanya.
(3) Anggota Kehormatan ialah seseorang
beragama Islam, berjasa terhadap Muhammadiyah
dan atau karena kewibawaan dan
keahliannya diperlukan
atau bersedia membantu Muhammadiyah.
(4) Tata cara menjadi anggota diatur
sebagai berikut:
a. Anggota Biasa
1. Mengajukan permintaan secara
tertulis kepada Pimpinan Pusat dengan mengisi formulir disertai kelengkapan
syarat-syaratnya melalui Pimpinan Ranting atau Pimpinan amal usaha di tempat
yang belum ada Ranting, kemudian diteruskan kepada Pimpinan Cabang.
2. Pimpinan Cabang meneruskan
permintaan tersebut kepada Pimpinan Pusat
dengan disertai pertimbangan.
3. Pimpinan Cabang dapat memberi tanda
anggota sementara kepada calon anggota, sebelum yang bersangkutan menerima
kartu tanda anggota dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Bentuk tanda anggota
sementara ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
4. Pimpinan Pusat memberi kartu tanda
anggota Muhammadiyah kepada calon anggota biasa yang telah disetujui melalui
Pimpinan Cabang yang bersangkutan
b. Anggota Luar Biasa dan Anggota
Kehormatan
Tata cara menjadi Anggota Luar Biasa
dan Anggota
Kehormatan diatur oleh Pimpinan Pusat
(5) Pimpinan Pusat dapat melimpahkan
wewenang penerimaan permintaan menjadi Anggota Biasa dan memberikan kartu tanda
anggota Muhammadiyah
kepada Pimpinan Wilayah. Pelimpahan
wewenang tersebut dan ketentuan pelaksanaannya diatur dengan keputusan Pimpinan
Pusat.
(6) Hak Anggota
a. Anggota biasa:
1. Menyatakan pendapat di dalam maupun
di luar permusyawaratan.
2. Memilih dan dipilih dalam
permusyawaratan.
b. Anggota Luar Biasa dan Anggota
Kehormatan mempunyai hak menyatakan pendapat.
(7) Kewajiban Anggota Biasa, Luar
Biasa, dan Kehormatan:
a. Taat menjalankan ajaran Islam
b. Menjaga nama baik dan setia kepada
Muhammadiyah serta perjuangannya
c. Berpegang teguh kepada Kepribadian
serta Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
d. Taat pada peraturan Muhammadiyah,
keputusan musyawarah, dan kebijakan Pimpinan Pusat
e. Mendukung dan mengindahkan
kepentingan Muhammadiyah serta melaksanakan usahanya
f. Membayar iuran anggota
g. Membayar infaq
(8) Anggota Biasa, Luar Biasa, dan
Kehormatan berhenti karena:
a. Meninggal dunia
b. Mengundurkan diri
c. Diberhentikan oleh Pimpinan Pusat
(9) Tata cara pemberhentian anggota.
a. Anggota Biasa:
1. Pimpinan Cabang mengusulkan
pemberhentian anggota kepada
Pimpinan Daerah berdasarkan bukti yang
dapat dipertanggungjawabkan.
2. Pimpinan Daerah meneruskan kepada
Pimpinan Wilayah usulan pemberhentian anggota dengan disertai pertimbangan.
3. Pimpinan Wilayah meneruskan atau
tidak meneruskan usulan pemberhentian anggota kepada
Pimpinan Pusat setelah melakukan
penelitian dan penilaian.
4. Pimpinan Wilayah dapat melakukan
pemberhentian sementara (skorsing) yang berlaku paling lama 6 (enam) bulan
selama menunggu proses pemberhentian anggota dari Pimpinan Pusat,
5. Pimpinan Pusat, setelah menerima
usulan pemberhentian anggota, memutuskan
memberhentikan atau tidak
memberhentikan paling lama 6 (enam) bulan
sejak diusulkan oleh Pimpinan Wilayah.
6. Anggota yang diusulkan
pemberhentian keanggotaannya, selama proses pengusulan berlangsung, dapat
mengajukan keberatan kepada Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah,
dan Pimpinan Pusat. Setelah keputusan pemberhentian dikeluarkan, yang
bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Pimpinan Pusat.
7. Pimpinan Pusat membentuk tim yang
diserahi tugas mempelajari keberatan yang diajukan oleh anggota yang
diberhentikan. Pimpinan Pusat menetapkan keputusan akhir
setelah mendengar pertimbangan tim.
8. Keputusan pemberhentian anggota
diumumkan dalam Berita Resmi Muhammadiyah.
b. Anggota Luar Biasa dan Kehormatan
diberhentikan atas
keputusan Pimpinan Pusat.
Pasal 5
Ranting
(1) Ranting adalah kesatuan anggota di
suatu tempat atau kawasan yang terdiri atas sekurang-kurangnya 15 orang yang
berfungsi melakukan pembinaan dan pemberdayaan anggota.
(2) Syarat pendirian Ranting
sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus anggota berkala,
sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus umum berkala,
sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Mushalla / surau / langgar sebagai
pusat kegiatan
d. Jama‘ah
(3) Pengesahan pendirian Ranting dan
ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah atas usul anggota
setelah mendengar pertimbangan Pimpinan Cabang.
(4) Pendirian suatu Ranting yang
merupakan pemisahan dari Ranting yang telah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan
Ranting yang bersangkutan atau atas keputusan
Musyawarah Cabang / Musyawarah
Pimpinan tingkat Cabang
Pasal 6
Cabang
(1) Cabang adalah kesatuan Ranting di
suatu tempat yang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga Ranting yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan,
dan koordinasi Ranting
b. Penyelenggaraan pengelolaan
Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan amal usaha
(2) Syarat pendirian Cabang
sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus berkala untuk
anggota Pimpinan Cabang dan Unsur Pembantu Pimpinannya, Pimpinan Ranting, serta
Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang, sekurang-kurangnya sekali dalam
sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh /
muballighat dalam lingkungan Cabangnya, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Korps muballigh / muballighat
Cabang, sekurangkurangnya 10 orang
d. Taman pendidikan Al-Quran /
Madrasah Diniyah / Sekolah Dasar
e. Kegiatan dalam bidang sosial,
ekonomi, dan kesehatan
f. Kantor
(3) Pengesahan pendirian Cabang dan
ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah atas usul Ranting
setelah memperhatikan pertimbangan Pimpinan Daerah.
(4) Pendirian suatu Cabang yang
merupakan pemisahan dari Cabang yang telah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan
Cabang yang bersangkutan atau atas keputusan
Musyawarah Daerah / Musyawarah
Pimpinan tingkat Daerah.
Pasal 7
Daerah
(1) Daerah adalah kesatuan Cabang di
Kabupaten / Kota yang
terdiri atas sekurang-kurangnya tiga
Cabang yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan,
dan koordinasi Cabang
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan
pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan
pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan
(2) Syarat pendirian Daerah sekurang-kurangnya
mempunyai:
a. Pengajian / kursus berkala untuk
anggota Pimpinan Daerah
sekurang-kurangnya sekali dalam
sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh /
muballighat tingkat Daerah
sekurang-kurangnya sekali dalam
sebulan
c. Pembahasan masalah agama dan pengembangan
pemikiran Islam
d. Korps muballigh / muballighat
Daerah, sekurangkurangnya 20 orang
e. Kursus kader Pimpinan tingkat
Daerah
f. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama /
Madrasah Tsanawiyah
g. Amal Usaha dalam bidang sosial,
ekonomi, dan kesehatan
h. Kantor
(3) Pengesahan pendirian Daerah
ditetapkan oleh Pimpinan Pusat atas usul Cabang setelah memperhatikan
pertimbangan Pimpinan Wilayah.
(4) Pendirian suatu Daerah yang
merupakan pemisahan dari Daerah yang telah ada dilakukan melalui dan atas
keputusan Musyawarah Daerah / Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
Pasal 8
Wilayah
(1) Wilayah adalah kesatuan Daerah di
propinsi yang terdiri atas
sekurang-kurangnya tiga Daerah yang
berfungsi:
a. Pembinaan, pemberdayaan, dan
koordinasi Daerah
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan
pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan
pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan
(2) Syarat pendirian Wilayah
sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus berkala untuk
anggota Pimpinan Wilayah dan Unsur Pembantu Pimpinannya serta Pimpinan
Organisasi Otonom tingkat Wilayah sekurangkurangnya
sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh /
muballighat tingkat Wilayah
sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Pembahasan masalah agama dan
pengembangan pemikiran Islam
d. Korps muballigh / muballighat
sekurang-kurangnya 30 orang.
e. Kursus kader pimpinan tingkat
Wilayah
f. Sekolah Menengah Atas / Madrasah
Aliyah / Mu‘allimin / Mu‘allimat/ Pondok Pesantren
g. Amal Usaha dalam bidang sosial,
ekonomi, dan kesehatan
h. Kantor.
(3) Pengesahan pendirian Wilayah
ditetapkan oleh Pimpinan Pusat atas usul Daerah yang bersangkutan.
(4) Pendirian suatu Wilayah yang
merupakan pemisahan dari Wilayah yang telah ada dilakukan melalui dan atas
keputusan Musyawarah Wilayah / Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah.
Pasal 9
Pusat
Pusat adalah kesatuan Wilayah dalam
Negara Republik Indonesia yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan,
dan koordinasi Wilayah
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan
pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan
pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan
Pasal 10
Pimpinan Pusat
(1) Pimpinan Pusat bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah
berdasarkan keputusan Muktamar dan Tanwir,
serta memimpin dan mengendalikan
pelaksanaannya
b. Membuat pedoman kerja dan pembagian
wewenang bagi para anggotanya
c. Membimbing dan meningkatkan amal
usaha serta kegiatan Wilayah
d. Membina, membimbing,
mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan
Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi
Otonom tingkat Pusat
(2) Anggota Pimpinan Pusat dapat
terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Pusat harus
berdomisili di kota tempat
kantor Pimpinan Pusat atau di
sekitarnya.
(4) Pimpinan Pusat dapat mengusulkan
tambahan anggotanya kepada Tanwir sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota
Pimpinan Pusat terpilih. Selama menunggu
keputusan Tanwir, calon tambahan
anggota Pimpinan Pusat
sudah dapat menjalankan tugasnya atas
tanggungjawab Pimpinan Pusat.
(5) Pimpinan Pusat mengusulkan kepada
Tanwir calon pengganti Ketua Umum Pimpinan Pusat yang karena sesuatu hal berhenti
dalam tenggang masa jabatan. Selama menunggu ketetapan Tanwir, Ketua Umum
Pimpinan Pusat dijabat oleh salah seorang Ketua atas keputusan Pimpinan Pusat.
Pasal 11
Pimpinan Wilayah
(1) Pimpinan Wilayah bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah
dalam wilayahnya berdasarkan kebijakan Pimpinan Pusat, keputusan Musyawarah
Wilayah, Musyawarah Pimpinan
tingkat Wilayah, dan Rapat Pimpinan
tingkat Wilayah.
b. Memimpin dan mengendalikan
pelaksanaan kebijakan /
instruksi Pimpinan Pusat dan Unsur
Pembantu Pimpinan.
c. Membimbing dan meningkatkan amal
usaha serta
kegiatan Daerah dalam wilayahnya
sesuai dengan kewenangannya
d. Membina, membimbing,
mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan
kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan
Organisasi Otonom tingkat Wilayah
(2) Pimpinan Wilayah berkantor di ibu
kota propinsi.
(3) Anggota Pimpinan Wilayah dapat
terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(4) Anggota Pimpinan Wilayah harus
berdomisili di kota tempat
kantor Pimpinan Wilayah atau di
sekitarnya.
(5) Pimpinan Wilayah menunjuk salah
seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Tanwir apabila Ketua Pimpinan
Wilayah tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai
anggota Tanwir.
(6) Pimpinan Wilayah dapat mengusulkan
tambahan anggotanya
kepada Musyawarah Pimpinan Wilayah
sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Wilayah terpilih, kemudian
dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan
Pusat. Selama menunggu keputusan
Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah dan ketetapan dari Pimpinan Pusat, calon tambahan
anggota Pimpinan Wilayah sudah dapat
menjalankan tugasnya atas
tanggungjawab Pimpinan Wilayah.
(7) Pimpinan Wilayah mengusulkan
kepada Musyawarah
Pimpinan Wilayah calon pengganti Ketua
Pimpinan Wilayah yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk
ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada
Pimpinan Pusat. Selama menunggu
keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah dan ketetapan dari Pimpinan
Pusat, Ketua Pimpinan Wilayah dijabat oleh salah seorang Wakil
Ketua atas keputusan Pimpinan Wilayah.
Pasal 12
Pimpinan Daerah
(1) Pimpinan Daerah bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah
dalam Daerahnya berdasarkan kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah
Daerah, Musyawarah Pimpinan
tingkat Daerah, dan Rapat Pimpinan
tingkat Daerah.
b. Memimpin dan mengendalikan
pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, serta Unsur
Pembantu Pimpinannya
c. Membimbing dan meningkatkan amal
usaha serta
kegiatan Cabang dalam daerahnya sesuai
kewenangannya
d. Membina, membimbing,
mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan
Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi
Otonom tingkat Daerah
e. Memimpin gerakan dan menjadikan
Daerah sebagai pusat
administrasi serta pusat pembinaan
sumberdaya manusia
(2) Pimpinan Daerah berkantor di ibu
kota Kabupaten / Kota.
(3) Anggota Pimpinan Daerah dapat
terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(4) Anggota Pimpinan Daerah harus
berdomisili di Kabupaten / Kotanya.
(5) Pimpinan Daerah menunjuk salah
seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan
tingkat Wilayah apabila Ketua Pimpinan Daerah tidak dapat
menunaikan tugasnya sebagai anggota
Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah.
(6) Pimpinan Daerah dapat mengusulkan
tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Daerah sebanyak-banyaknya separuh
dari jumlah anggota Pimpinan Daerah terpilih,
kemudian dimintakan pengesahannya
kepada Pimpinan Wilayah.
Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan
tingkat Daerah dan ketetapan dari Pimpinan Wilayah, calon tambahan anggota
Pimpinan Daerah sudah
dapat menjalankan tugasnya atas
tanggung jawab Pimpinan Daerah.
(7) Pimpinan Daerah mengusulkan kepada
Musyawarah Pimpinan Daerah calon pengganti Ketua Pimpinan Daerah yang karena
sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan
dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Wilayah. Selama menunggu keputusan Musyawarah
Pimpinan tingkat Daerah dan ketetapan dari Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan
Daerah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Daerah.
Pasal 13
Pimpinan Cabang
(1) Pimpinan Cabang bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah
dalam Cabangnya berdasarkan kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah
Cabang, dan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang.
b. Memimpin dan mengendalikan
pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah,
serta Unsur Pembantu Pimpinannya
c. Membimbing dan meningkatkan amal
usaha serta
kegiatan Ranting dalam cabangnya
sesuai kewenangannya
d. Membina, membimbing,
mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan
kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan
Organisasi Otonom tingkat Cabang
(2) Anggota Pimpinan Cabang dapat
terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Cabang harus
berdomisili di Cabangnya.
(4) Pimpinan Cabang menunjuk salah
seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat
Daerah apabila Ketua Pimpinan Cabang tidak dapat
menunaikan tugasnya sebagai anggota
Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
(5) Pimpinan Cabang dapat mengusulkan
tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Cabang sebanyak-banyaknya separuh
dari jumlah anggota Pimpinan Cabang terpilih, kemudian dimintakan pengesahan
kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang
dan ketetapan dari Pimpinan Daerah, calon tambahan anggota Pimpinan Cabang
sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Cabang.
(6) Pimpinan Cabang mengusulkan kepada
Musyawarah Pimpinan Cabang calon pengganti Ketua Pimpinan Cabang yang karena
sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan
untuk ditetapkan dan dimintakan
pengesahannya kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan
tingkat Cabang dan ketetapan dari Pimpinan
Daerah, Ketua Pimpinan Cabang dijabat
oleh salah seorang Wakil Ketua
Pasal 14
Pimpinan Ranting
(1) Pimpinan Ranting bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah
dalam Rantingnya berdasar kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah
Ranting, dan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting
b. Memimpin dan mengendalikan
pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah,
Pimpinan Cabang, serta Unsur Pembantu Pimpinan.
c. Membimbing dan meningkatkan
kegiatan anggota dalam rantingnya
sesuai dengan kewenangannya
d. Membina, membimbing,
mengintegrasikan, dan
mengkoordinasikan kegiatan Organisasi
Otonom tingkat Ranting
(2) Anggota Pimpinan Ranting dapat
terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Ranting harus
berdomisili di Rantingnya.
(4) Pimpinan Ranting menunjuk salah
seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat
Cabang apabila Ketua Pimpinan Ranting tidak dapat
menunaikan tugasnya sebagai anggota
Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang.
(5) Pimpinan Ranting dapat mengusulkan
tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Ranting sebanyak-banyaknya separuh
dari jumlah anggota Pimpinan Ranting terpilih, kemudian dimintakan
pengesahannya kepada Pimpinan Cabang. Selama menunggu keputusan Musyawarah
Pimpinan tingkat Ranting dan ketetapan
dari Pimpinan Cabang, calon tambahan anggota Pimpinan Ranting sudah dapat
menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Ranting.
(6) Pimpinan Ranting mengusulkan
kepada Musyawarah Pimpinan Ranting calon pengganti Ketua Pimpinan Ranting yang
karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa
jabatan untuk ditetapkan dan
dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Cabang. Selama menunggu keputusan Musyawarah
Pimpinan tingkat Ranting dan ketetapan dari
Pimpinan Cabang, Ketua Pimpinan
Ranting dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Ranting.
Pasal 15
Pemilihan Pimpinan
(1) Syarat anggota Pimpinan
Muhammadiyah:
a. Taat beribadah dan mengamalkan
ajaran Islam
b. Setia pada prinsip-prinsip dasar
perjuangan Muhammadiyah
c. Dapat menjadi teladan dalam
Muhammadiyah
d. Taat pada garis kebijakan Pimpinan
Muhammadiyah
e. Memiliki kecakapan dan berkemampuan
menjalankan tugasnya
f. Telah menjadi anggota Muhammadiyah
sekurangkurangnya satu tahun dan berpengalaman dalam kepemimpinan di lingkungan
Muhammadiyah
bagi Pimpinan tingkat Daerah, Wilayah
dan Pusat
g. Tidak merangkap jabatan dengan
pimpinan organisasi politik dan pimpinan organisasi yang amal usahanya sama dengan
Muhammadiyah di semua tingkat
h. Tidak merangkap jabatan dengan
Pimpinan Muhammadiyah dan amal usahanya,
baik vertical maupun horisontal
(2) Penyimpangan dari ketentuan ayat
(1) butir f, g, dan h pasal
ini hanya dapat dilakukan atas
keputusan Pimpinan Pusat.
(3) Pemilihan Pimpinan dapat dilakukan
secara langsung atau
formatur atas keputusan Musyawarah
masing-masing.
(4) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan
dilakukan oleh Panitia Pemilihan dengan ketentuan:
a. Panitia Pemilihan Pimpinan Pusat
ditetapkan oleh Tanwir atas usul Pimpinan Pusat
b. Panitia Pemilihan Pimpinan Wilayah,
Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting ditetapkan oleh
Musyawarah Pimpinan atas usul
Pimpinan Muhammadiyah pada semua
tingkatan
c. Panitia Pemilihan diangkat untuk
satu kali pemilihan
(5) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan
diatur berdasarkan tata tertib Pemilihan dengan ketentuan:
a. Tata-tertib Pemilihan Pimpinan
Pusat ditetapkan oleh Tanwir atas usul Pimpinan Pusat
b. Tata-tertib Pemilihan Pimpinan
Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting ditetapkan oleh Musyawarah Pimpinan atas
usul Pimpinan Muhammadiyah pada setiap tingkatan
Pasal 16
Masa Jabatan Pimpinan
(1) Masa jabatan Pimpinan Wilayah,
Pimpinan Daerah,
Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting
sama dengan masa jabatan Pimpinan Pusat.
(2) Pergantian Pimpinan Wilayah, Pimpinan
Daerah, Pimpinan Cabang dengan segenap Unsur Pembantu Pimpinannya, serta Pimpinan
Ranting, disesuaikan dengan pergantian Pimpinan Pusat dan pelaksanaannya
dilakukan setelah Muktamar dan Musyawarah di atasnya.
(3) Pimpinan-pimpinan dalam
Muhammadiyah yang telah habis masa jabatannya, tetap menjalankan tugasnya sampai
dilakukan serah-terima dengan Pimpinan yang baru.
(4) Setiap pergantian Pimpinan
Muhammadiyah harus menjamin adanya peningkatan kinerja, penyegaran, dan
kaderisasi pimpinan.
Pasal 17
Ketentuan Luar Biasa
Pimpinan Pusat dalam keadaan luar
biasa dapat mengambil
ketetapan lain terhadap masalah
Pimpinan yang diatur dalam pasal 11 sampai dengan 16.
Pasal 18
Penasihat
(1) Penasihat terdiri atas perorangan
yang diangkat oleh Pimpinan
Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(2) Penasihat bertugas memberi nasihat
kepada Pimpinan
Muhammadiyah, baik diminta maupun atas
kemauan sendiri.
(3) Syarat untuk dapat diangkat
sebagai penasihat:
a. Anggota Muhammadiyah
b. Pernah menjadi anggota Pimpinan
Muhammadiyah, atau
mempunyai pengalaman dalam organisasi
atau memiliki keahlian bidang tertentu
Pasal 19
Unsur Pembantu Pimpinan
(1) Pengertian dan Pembentukan Unsur
Pembantu Pimpinan:
a. Majelis:
1. Majelis bertugas menyelenggarakan
amal usaha, program,
dan kegiatan pokok dalam bidang
tertentu.
2. Majelis dibentuk oleh Pimpinan
Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Cabang di tingkat
masing-masing sesuai dengan kebutuhan.
b. Lembaga:
1. Lembaga bertugas melaksanakan
program dan kegiatan pendukung yang bersifat khusus.
2. Lembaga dibentuk oleh Pimpinan
Pusat di tingkat pusat.
3. Pimpinan Wilayah dan Pimpinan
Daerah, apabila dipandang perlu, dapat membentuk lembaga tertentu di tingkat
masing-masing dengan persetujuan
Pimpinan Muhammadiyah setingkat diatasnya.
(2) Ketentuan lain tentang Unsur
Pembantu Pimpinan diatur dalam Qa‘idah yang dibuat dan ditetapkan oleh Pimpinan
Pusat.
Pasal 20
Organisasi Otonom
(1) Organisasi Otonom adalah satuan
organisasi yang dibentuk oleh Muhammadiyah guna membina warga Muhammadiyah dan
kelompok masyarakat tertentu sesuai bidang-bidang
kegiatan yang diadakannya dalam rangka
mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah.
(2) Organisasi Otonom dibedakan dalam
dua kategori:
a. Organisasi Otonom Umum adalah organisasi otonom
yang anggotanya belum seluruhnya
anggota Muhammadiyah
b. Organisasi Otonom Khusus adalah organisasi otonom
yang seluruh anggotanya anggota
Muhammadiyah, dan diberi wewenang menyelenggarakan amal usaha yang ditetapkan
oleh Pimpinan Muhammadiyah dalam koordinasi Unsur Pembantu Pimpinan yang membidanginya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
tentang amal usaha tersebut
(3) Pembentukan dan pembubaran
organisasi otonom ditetapkan
oleh Tanwir atas usul Pimpinan Pusat.
(4) Ketentuan lain mengenai organisasi
otonom diatur dalam
Qa‘idah Organisasi Otonom yang dibuat
dan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 21
Muktamar
(1) Muktamar diselenggarakan oleh dan
atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Pusat.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan,
tata-tertib, dan susunan acara
Muktamar ditetapkan oleh Pimpinan
Pusat.
(3) Undangan dan acara Muktamar
dikirim kepada anggota Muktamar
selambat-lambatnya tiga bulan sebelum
Muktamar berlangsung.
(4) Acara Muktamar:
a. Laporan Pimpinan Pusat tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Muktamar dan
Tanwir.
4. Keuangan.
b. Program Muhammadiyah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Pusat
dan penetapan KetuaUmum
d. Masalah Muhammadiyah yang bersifat
umum
e. Usul-usul
(5) Muktamar dihadiri oleh:
a. Anggota Muktamar terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Wilayah atau
penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Pusat.
3. Anggota Tanwir wakil Wilayah.
4. Ketua Pimpinan Daerah atau
penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
5. Wakil Daerah sekurang-kurangnya
tiga orang dan sebanyak-banyaknya tujuh orang, berdasar atas jumlah perimbangan
Cabang dalam tiap Daerah, atas dasar keputusan Musyawarah Pimpinan Daerah. Ketentuan
perimbangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
5.
Wakil
Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat
masing-masing tiga orang, diantaranya dua orang wakilnya dalam
Tanwir.
b. Peserta Muktamar terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Pusat masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan
Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Pusat.
c. Peninjau Muktamar ialah mereka yang
diundang oleh Pimpinan Pusat
(6) Anggota Muktamar berhak menyatakan
pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Muktamar berhak menyatakan pendapat. Peninjau
Muktamar tidak mempunyai hak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Muktamar harus sudah
ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat selambat-lambatnya dua bulan sesudah Muktamar.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain
yang diselenggarakan
bersamaan waktu berlangsungnya
Muktamar diatur oleh penyelenggara.
Pasal 22
Muktamar Luar Biasa
(1) Muktamar Luar Biasa diadakan
berdasarkan keputusan Tanwir atas usul Pimpinan Pusat atau dua pertiga Pimpinan
Wilayah.
(2) Undangan dan acara Muktamar Luar
Biasa dikirim kepada Anggota Muktamar selambat-lambatnya satu bulan sebelum Muktamar
Luar Biasa berlangsung.
(3) Ketentuan-ketentuan pasal 21
berlaku bagi penyelenggaraan
Muktamar Luar Biasa, kecuali ayat (3)
dan ayat (4).
(4) Muktamar Luar Biasa dihadiri oleh
sekurang-kurangnya dua pertiga dari anggota Muktamar dan keputusannya diambil sekurang-kurangnya
dua pertiga dari yang hadir.
Pasal 23
Tanwir
(1) Tanwir diadakan oleh Pimpinan
Pusat atau atas permintaan
sekurang-kurangnya seperempat dari
jumlah anggota Tanwir di luar anggota Pimpinan Pusat.
(2) Tanwir diselenggarakan oleh dan
atas tanggungjawab serta dipimpin Pimpinan Pusat.
(3) Ketentuan tentang pelaksanaan,
tata-tertib, dan susunan acara Tanwir ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(4) Undangan dan acara Tanwir dikirim
kepada Anggota Tanwir
selambat-lambatnya satu bulan sebelum
Tanwir berlangsung.
(5) Acara Tanwir:
a. Laporan Pimpinan Pusat
b. Masalah yang oleh Muktamar atau
menurut Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
diserahkan kepada Tanwir
c. Masalah yang akan dibahas dalam
Muktamar sebagai pembicaraan pendahuluan
d. Masalah mendesak yang tidak dapat
ditangguhkan sampai berlangsungnya Muktamar
e. Usul-usul
(6) Tanwir dihadiri oleh:
a. Anggota Tanwir terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Wilayah atau
penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan Pusat.
3. Wakil Wilayah terdiri dari unsur
PWM dan atau PDM antara 3 sampai 5 orang berdasarkan
perimbangan daerah dalam wilayah atas
dasar keputusan Musyawarah Wilayah atau Musyawarah Pimpinan Wilayah. Ketentuan
perimbangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
4. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom
tingkat Pusat masing-masing dua orang.
b. Peserta Tanwir terdiri dari:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Pusat masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan
Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Pusat.
c. Peninjau Tanwir ialah mereka yang
diundang oleh Pimpinan Pusat.
(7) Anggota Tanwir berhak menyatakan
pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Tanwir berhak menyatakan pendapat.
Peninjau Tanwir tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(8) Keputusan Tanwir harus sudah
ditanfidzkan oleh Pimpinan
Pusat selambat-lambatnya satu bulan
sesudah Tanwir.
(9) Pertemuan dan atau kegiatan lain
yang diselenggarakan
bersamaan waktu Sidang Tanwir diatur
oleh penyelenggara.
Pasal 24
Musyawarah Wilayah
(1) Musyawarah Wilayah diselengarakan
oleh dan atas
tanggungjawab serta dipimpin oleh
Pimpinan Wilayah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan
tata-tertib, dan susunan acara
Musyawarah Wilayah ditetapkan oleh
Pimpinan Wilayah.
(3) Undangan dan acara Musyawarah
Wilayah dikirim kepada Anggota Musyawarah Wilayah selambat-lambatnya satu bulan
sebelum Musyawarah Wilayah berlangsung
.
(4) Acara Musyawarah Wilayah:
a. Laporan Pimpinan Wilayah tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan-keputusan
Muktamar, Tanwir, Instruksi Pimpinan Pusat, pelaksanaan
keputusan Musyawarah Wilayah ,
Musyawarah Pimpinan Wilayah,
dan Rapat Pimpinan tingkat Wilayah.
4. Keuangan.
b. Program Wilayah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Wilayah dan
pengesahan Ketua
d. Pemilihan Anggota Tanwir Wakil
Wilayah
e. Masalah Muhammadiyah dalam Wilayah
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Wilayah dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Wilayah terdiri
atas:
1. Anggota Pimpinan Wilayah yang sudah
disahkan oleh Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Daerah atau
penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
3. Anggota Pimpinan Daerah, yang
jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
4. Ketua Pimpinan Cabang atau
penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Daerah.
5. Wakil Cabang yang jumlahnya
ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah berdasarkan atas perimbangan jumlah Ranting
pada tiap-tiap Cabang.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom
tingkat Wilayah masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Wilayah terdiri
atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Wilayah, masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan
Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Wilayah.
c. Peninjau Musyawarah Wilayah ialah
mereka yang diundang oleh Pimpinan Wilayah
(6) Anggota Musyawarah Wilayah berhak
menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Wilayah berhak menyatakan
pendapat. Peninjau Musyawarah Wilayah tidak
berhak menyatakan pendapat, memilih,
dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Wilayah harus
dilaporkan kepada Pimpinan Pusat selambat-lambatnya satu bulan sesudah Musyawarah
Wilayah. Apabila dalam waktu satu bulan
sesudah laporan dikirim, tidak ada
keterangan atau keberatan dari Pimpinan Pusat, maka keputusan Musyawarah
Wilayah dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Wilayah.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang
diselenggarakan
bersamaan waktu Musyawarah Wilayah
diatur oleh penyelenggara.
Pasal 25
Musyawarah Daerah
(1) Musyawarah Daerah diselenggarakan
oleh dan atas
tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan
Daerah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan,
tata-tertib, dan susunan acara
Musyawarah Daerah ditetapkan oleh
Pimpinan Daerah.
(3) Undangan dan acara Musyawarah
Daerah dikirim kepada Anggota Musyawarah Daerah selambat-lambatnya satu bulan sebelum
Musyawarah Daerah berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Daerah:
a. Laporan Pimpinan Daerah tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan-keputusan
Musyawarah dan Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan Musyawarah
Daerah, Musyawarah Pimpinan Daerah
dan Rapat Pimpinan tingkat Daerah.
4. Keuangan.
b. Program Daerah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Daerah
dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan anggota Musyawarah
Pimpinan Wilayah Wakil Daerah
e. Masalah Muhammadiyah dalam Daerah
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Daerah dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Daerah terdiri
atas:
1. Anggota Pimpinan Daerah yang telah
disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
2. Ketua Pimpinan Cabang atau
penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Daerah.
3. Wakil Cabang sebanyak tiga orang.
4. Ketua Pimpinan Ranting atau
penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Cabang.
5. Wakil Ranting yang jumlahnya
ditetapkan oleh Pimpinan Daerah berdasarkan jumlah anggota.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom
tingkat Daerah masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Daerah terdiri
atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Daerah, masing-masing dua orang.
2. Undangan Khusus dari kalangan
Muhammadiyah, yang ditentukan oleh Pimpinan Daerah.
c. Peninjau Musyawarah Daerah ialah
mereka yang diundang oleh Pimpinan Daerah
(6) Anggota Musyawarah Daerah berhak
menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Daerah berhak menyatakan
pendapat. Peninjau Musyawarah Daerah tidak
berhak menyatakan pendapat, memilih,
dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Daerah harus
dilaporkan kepada Pimpinan Wilayah selambat-lambatnya satu bulan sesudah Musyawarah
Daerah. Apabila dalam waktu satu bulan sesudah
laporan dikirim tidak ada keterangan
atau keberatan dari Pimpinan Wilayah, maka keputusan Musyawarah Daerah dapat
ditanfidzkan oleh Pimpinan Daerah.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain
yang diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Daerah diatur oleh penyelenggara.
Pasal 26
Musyawarah Cabang
(1) Musyawarah Cabang diselenggarakan oleh
dan atas
tanggungjawab serta dipimpin oleh
Pimpinan Cabang.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan,
tata-tertib, dan susunan acara
Musyawarah Cabang ditetapkan oleh
Pimpinan Cabang.
(3) Undangan dan acara Musyawarah
Cabang dikirim kepada Anggota Musyawarah Cabang selambat-lambatnya 15 hari sebelum
Musyawarah Cabang berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Cabang:
a. Laporan Pimpinan Cabang tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Musyawarah
dan keputusan Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan Musyawarah Cabang
dan Musyawarah Pimpinan Cabang.
4. Keuangan.
b. Program Cabang
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Cabang
dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan anggota Musyawarah
Pimpinan Daerah Wakil Cabang
e. Masalah Muhammadiyah dalam Cabang
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Cabang dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Cabang terdiri
atas:
1. Anggota Pimpinan Cabang yang telah
disahkan oleh Pimpinan Daerah.
2. Ketua Pimpinan Ranting atau
penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan Cabang.
3. Wakil Ranting sebanyak tiga orang.
4. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom
tingkat Cabang masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Cabang terdiri
atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Cabang, masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan
Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Cabang.
c. Peninjau Musyawarah Cabang ialah
mereka yang diundang oleh Pimpinan Cabang.
(6) Anggota Musyawarah Cabang berhak
menyatakan pendapat,
memilih, dan dipilih. Peserta
Musyawarah Cabang berhak menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Cabang tidak berhak
menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Cabang harus
dilaporkan kepada
Pimpinan Daerah selambat-lambatnya 15
hari sesudah Musyawarah Cabang. Apabila dalam waktu 15 hari sesudah laporan
dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari
Pimpinan Daerah, maka keputusan
Musyawarah Cabang
dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan
Cabang.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain
yang diselenggarakan
bersamaan waktu Musyawarah Cabang
diatur oleh penyelenggara.
Pasal 27
Musyawarah Ranting
(1) Musyawarah Ranting diselenggarakan
oleh dan atas
tanggungjawab serta dipimpin oleh
Pimpinan Ranting.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan,
tata-tertib, dan susunan acara
Musyawarah Ranting ditetapkan oleh
Pimpinan Ranting.
(3) Undangan dan acara Musyawarah
Ranting dikirim kepada
Anggota Musyawarah Ranting
selambat-lambatnya tujuh hari Musyawarah Ranting berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Ranting:
a. Laporan Pimpinan Ranting tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Musyawarah
dan keputusan Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan Musyawarah
Ranting dan Musyawarah Pimpinan Ranting.
4. Keuangan.
b. Program Ranting
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Ranting
dan pengesahan Ketua
d. Masalah Muhammadiyah dalam Ranting
e. Usul-usul
(5) Musyawarah Ranting dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Ranting:
1. Anggota Muhammadiyah.
2. Wakil Organisasi Otonom tingkat
Ranting.
b. Peserta Musyawarah Ranting ialah
undangan khusus dari
kalangan Muhammadiyah yang ditentukan
oleh Pimpinan Ranting
c. Peninjau Musyawarah Ranting ialah
mereka yang diundang oleh Pimpinan Ranting
(6) Anggota Musyawarah Ranting berhak
menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Ranting berhak menyatakan
pendapat. Peninjau Musyawarah Ranting tidak
berhak menyatakan pendapat, memilih,
dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Ranting harus
dilaporkan kepada Pimpinan Cabang selambat-lambatnya 15 hari setelah Musyawarah
Ranting. Apabila dalam waktu 15 hari sesudah laporan dikirim tidak ada
keterangan atau keberatan dari Pimpinan Cabang, maka keputusan Musyawarah
Ranting dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Ranting.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang
diselenggarakan
bersamaan waktu Musyawarah Ranting
diatur oleh penyelenggara.
Pasal 28
Musyawarah Pimpinan
(1) Musyawarah Pimpinan
diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan
Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting,
sekurang-kurangnya satu kali dalam
satu masa jabatan.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan,
tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Pimpinan ditetapkan oleh
masing-masing penyelenggara.
(3) Undangan dan acara Musyawarah
Pimpinan dikirim kepada
anggota Musyawarah Pimpinan
selambat-lambatnya:
a. Tingkat Wilayah dan Daerah, satu
bulan,
b. Tingkat Cabang, 15 hari,
c. Tingkat Ranting, tujuh hari,
sebelum Musyawarah Pimpinan berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Pimpinan:
a. Laporan pelaksanaan kegiatan
b. Masalah yang oleh Musyawarah atau
menurut Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
diserahkan kepada Musyawarah Pimpinan
c. Masalah yang akan dibahas dalam
Musyawarah sebagai pembicaraan pendahuluan
d. Masalah mendesak yang tidak dapat
ditangguhkan sampai berlangsungnya Musyawarah
e. Usul-usul
(5) Musyawarah Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Wilayah yang
telah disahkan oleh Pimpinan Pusat
(b) Ketua Pimpinan Daerah atau
penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan Wilayah
(c) Wakil Daerah tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat
Wilayah dua orang
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
masing-masing dua orang
(b) Undangan khusus
b. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Daerah yang telah
disahkan oleh Pimpinan Wilayah
(b) Ketua Pimpinan Cabang
(c) Wakil Cabang tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat
Daerah dua orang
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
masing-masing dua orang
(b) Undangan khusus
c. Pada tingkat Cabang:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Cabang yang telah
disahkan oleh Pimpinan Daerah
(b) Ketua Pimpinan Ranting
(c) Wakil Ranting tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat
Cabang dua orang.
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
masing-masing dua orang
(b) Undangan khusus
d. Pada tingkat Ranting:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Ranting yang
telah disahkan oleh Pimpinan Cabang
(b) Wakil Organisasi Otonom tingkat
Ranting dua orang.
2. Peserta (undangan khusus).
(6) Anggota Musyawarah Pimpinan berhak
menyatakan
pendapat, memilih, dan dipilih.
Peserta berhak pendapat.
(7) Keputusan Musyawarah Pimpinan
mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan
sampai diubah atau dibatalkan oleh keputusan
Musyawarah Wilayah / Daerah / Cabang /
Ranting, selambatlambatnya
satu bulan sesudah Musyawarah Pimpinan
berlangsung
Pasal 29
Keabsahan Musyawarah
Musyawarah dinyatakan sah apabila
dihadiri oleh dua pertiga dari anggota Musyawarah. Apabila anggota Musyawarah
tidak memenuhi jumlah dua pertiga, maka Musyawarah ditunda selama
satu jam dan setelah itu dapat dibuka
kembali. Apabila anggota Musyawarah belum juga memenuhi jumlah dua pertiga,
maka Musyawarah ditunda lagi selama satu jam dan setelah itu dapat dibuka serta
dinyatakan sah tanpa memperhitungkan jumlah
kehadiran anggota Musyawarah.
Pasal 30
Keputusan Musyawarah
(1) Keputusan Musyawarah diambil
dengan cara mufakat.
(2) Apabila keputusan secara mufakat
tidak tercapai, maka dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak mutlak.
(3) Keputusan Musyawarah yang
dilakukan dengan pemungutan suara dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup
/ rahasia.
Pasal 31
Rapat Pimpinan
(1) Rapat Pimpinan sebagaimana
dimaksud pada pasal 32
Anggaran Dasar dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan
Wilayah.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum
Organisasi Otonom tingkat Pusat.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu
Pimpinan tingkat Pusat.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Pimpinan Wilayah.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan
Daerah.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum
Organisasi Otonom tingkat Wilayah.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu
Pimpinan tingkat Wilayah.
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Pimpinan Daerah.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan
Cabang.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum
Organisasi Otonom tingkat Daerah.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu
Pimpinan tingkat Daerah.
(2) Ketentuan pelaksanaan dan acara
Rapat Pimpinan ditentukan
oleh Pimpinan Muhammadiyah
masing-masing tingkat.
(3) Keputusan Rapat Pimpinan mulai
berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.
Pasal 32
Rapat Kerja Pimpinan
(1) Rapat Kerja Pimpinan ialah rapat
yang diselenggarakan
oleh dan atas tanggungjawab serta
dipimpin oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang,
atau Pimpinan Ranting untuk membahas pelaksanaan program dan mendistribusikan
tugas kepada Unsur Pembantu Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Rapat Kerja Pimpinan dihadiri
oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Pusat.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom
tingkat Pusat.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Pimpinan Wilayah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Wilayah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom
tingkat Wilayah.
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Pimpinan Daerah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Daerah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom
tingkat Daerah.
d. Pada tingkat Cabang:
1. Anggota Pimpinan Cabang.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Cabang.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom
tingkat Cabang
e. Pada tingkat Ranting:
1. Anggota Pimpinan Ranting.
2. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom
tingkat Ranting.
(4) Keputusan Rapat Kerja Pimpinan
mulai berlaku setelah
ditanfidzkan oleh Pimpinan
Muhammadiyah yang bersangkutan.
Pasal 33
Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan
(1) Rapat Kerja Unsur Pembantu
Pimpinan ialah rapat yang diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta
dipimpin oleh Pimpinan Unsur Pembantu Pimpinan pada setiap
tingkatan untuk membahas
penyelenggaraan program
sesuai pembagian tugas yang ditetapkan
oleh Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Rapat Kerja Unsur Pembantu
Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Pusat.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Wilayah.
3. Undangan.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Wilayah
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Daerah.
3. Undangan.
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat
Daerah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Cabang.
3. Undangan.
d. Pada tingkat Cabang:
1 . Anggota Unsur Pembantu Pimpinan
tingkat Cabang.
2. Wakil Pimpinan Ranting.
3. Undangan.
(3) Keputusan Rapat Kerja Unsur
Pembantu Pimpinan mulai
berlaku setelah ditanfidzkan oleh
Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.
Pasal 34
Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan
(1) Seluruh keuangan dan kekayaan
Muhammadiyah, termasuk
keuangan dan kekayaan Unsur Pembantu
Pimpinan, Amal
Usaha, dan Organisasi Otonom pada
semua tingkat secara hukum milik Pimpinan Pusat.
(2) Pengelolaan keuangan dan kekayaan
:
a. Pengelolaan keuangan dalam
Muhammadiyah
diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Muhammadiyah
b. Pengelolaan kekayaan dalam
Muhammadiyah diwujudkan dalam Jurnal
(3) Ketentuan tentang pengelolaan
keuangan dan kekayaan
Muhammadiyah ditetapkan oleh Pimpinan
Pusat.
Pasal 35
Pengawasan Keuangan dan Kekayaan
(1) Pengawasan keuangan dan kekayaan
dilakukan terhadap Pimpinan Muhammadiyah, Unsur Pembantu Pimpinan, Amal Usaha,
dan Organisasi Otonom pada semua tingkat.
(2) Ketentuan tentang pengawasan
keuangan dan kekayaan
Muhammadiyah ditetapkan oleh Pimpinan
Pusat.
Pasal 36
Laporan
Laporan terdiri dari:
1. Laporan pertanggungjawaban dibuat
oleh Pimpinan Muhammadiyah dan Unsur Pembantu Pimpinan disampaikan kepada
Musyawarah Pimpinan,
Musyawarah masing-masing tingkat,
Tanwir, atau Muktamar.
2. Laporan tahunan tentang
perkembangan Muhammadiyah, termasuk laporan Unsur Pembantu Pimpinan dan
Organisasi Otonom, dibuat oleh masing-masing Pimpinan dan
disampaikan kepada Pimpinan di atasnya
untuk dipelajari dan ditindaklanjuti.
3. Pimpinan Amal Usaha membuat laporan
tahunan disampaikan kepada Unsur Pembantu Pimpinan dengan tembusan kepada
Pimpinan Muhammadiyah untuk dipelajari
dan ditindaklanjuti.
Pasal 37
Ketentuan Lain-lain
(1) Muhammadiyah menggunakan Tahun
Takwim dimulai tanggal 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember.
(2) Surat-surat resmi Muhammadiyah
menggunakan tanggal Hijriyah dan Miladiyah.
(3) Surat resmi Muhammadiyah
ditandatangani:
1. Di tingkat Pusat oleh Ketua Umum /
Ketua bersama Sekretaris Umum / Sekretaris. Surat resmi mengenai masalah
keuangan ditandatangani oleh Ketua Umum / Ketua bersama Bendahara Umum /
Bendahara.
2. Di tingkat Wilayah ke bawah
ditandatangani oleh Ketua / Wakil Ketua bersama Sekretaris / Wakil Sekretaris.
Surat resmi mengenai masalah keuangan ditandatangani oleh
Ketua / Wakil Ketua bersama Bendahara
/ Wakil Bendahara.
b. Surat-surat yang bersifat rutin
dapat ditandatangani oleh Sekretaris Umum / Sekretaris atau petugas yang
ditunjuk
(4) Hal-hal yang belum diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 38
Penutup
(1) Anggaran Rumah Tangga ini telah
disahkan dan ditetapkan oleh Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil
Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan
tanggal 3 s.d. 8 Juli 2005 M. di
Malang, dan dinyatakan mulai berlaku sejak ditanfidzkan.
(2) Setelah Anggaran Rumah Tangga ini
ditetapkan, Anggaran Rumah Tangga sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anggaran
dasar adalah peraturan dasar yang dijadikan dasar organisasi, disusun atas
dasar musyawarah yang mengikat anggota dan pimpinan organisasi dalam mengatur
mekanisme kerja untuk mencapai tujuan. Adapun yang dimaksud dengan Anggaran
Dasar (AD) Muhammadiyah adalah anggaran pokok yang menyatakan identitas, asas,
dan lambing, maksud dan tujuan serta usaha dan keanggotaan Muhammadiyah. Sedangkan
anggaran rumah tangga adalah peraturan pelaksanaan anggaran dasar yang merinci
segala ketentuan yang termuat dalam anggaran dasar.
Mukaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah pada hakekatnya merupakan ideologi Muhammadiyah
yang merupakan pandangan Muhammadiyah mengenai kehidupan manusia di muka bumi
ini, cita-cita yang ingin diwujudkan dan cara-cara yang dipergunakan untuk
mewujudkan cita-cita tersebut sebagai sebagai ideologi, Muqaddimah Anggaran
Dasar menjiwai segala gerak dan usaha Muhammadiyah dan proses penyusunan sistem
kerjasama yang dilakukan untuk mewujudkan tujuannya.
Mata Kuliah : Pengembangan PKN di SD
Dosen : Dirgantara Wicaksono, M.Pd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar